Bipolar Asli, Bukan Sekedar Self-Diagnose
02 Desember 2024
Akses mudah terhadap informasi kesehatan mental mendorong masyarakat luas untuk semakin sering melakukan self-diagnose di era digital ini. Namun, fenomena ini berpotensi menimbulkan kesalahpahaman serius tentang gangguan kesehatan mental, terutama pada kasus bipolar. Bipolar adalah gangguan suasana hati yang nyata, melibatkan perubahan ekstrem antara depresi dan mania. Namun, tren self-diagnose yang berkembang sering kali mereduksi kondisi ini menjadi sekadar perubahan suasana hati sementara, yang jauh dari realitas klinis, bukan sekedar self-diagnose.
Self-diagnose semakin tren, terutama terkait kesehatan mental seperti bipolar. Kemudahan akses informasi di internet sering kali mendorong orang untuk menyimpulkan kondisi mereka sendiri. Namun, bipolar adalah gangguan yang jauh lebih kompleks daripada sekadar perubahan suasana hati. Banyak orang keliru mengira fluktuasi mood yang mereka alami sebagai tanda bipolar, padahal hanya profesional yang dapat menegakkan diagnosisnya dan mengkarakteristikkan bipolar, bukan sekadar hasil self-diagnose.
Baca Juga : Bipolar Antara Dua Kutub
ERA DIGITAL DAN MENTAL
Orang sering melakukan self-diagnose hanya dengan membaca artikel atau mengikuti tes online di era digital ini. Mereka sering salah mengartikan stres atau kelelahan sebagai bipolar. Padahal, bipolar memiliki kriteria jelas, seperti episode mania ekstrem dan depresi berat. Setiap fase bipolar berlangsung lama dan sangat memengaruhi kehidupan seseorang. Orang-orang yang hanya mengandalkan self-diagnose sering salah memahami perubahan mood biasa, padahal bipolar sangat berbeda..
Fenomena self-diagnose memperparah kesalahpahaman tentang bipolar. Misalnya, beberapa orang yang merasa cemas atau sedih beberapa hari langsung menyimpulkan bahwa mereka bipolar. Padahal, diagnosis gangguan ini membutuhkan evaluasi mendalam. Para profesional kesehatan mental secara aktif menggunakan panduan seperti DSM-5 untuk mendiagnosis bipolar, sesuatu yang mustahil dilakukan hanya dengan membaca gejala di internet.
Self-diagnose tidak hanya sering salah, tetapi juga berbahaya. Orang yang meyakini dirinya bipolar tanpa berkonsultasi dengan dokter mengabaikan gejala lain yang sebenarnya lebih serius. Lebih parahnya lagi, mereka mungkin menunda mendapatkan pengobatan yang tepat. Setiap gangguan mental, termasuk bipolar memerlukan pendekatan yang komprehensif dari seorang profesional, mulai dari diagnosis hingga pengobatan, dan bukan sekedar self-diagnose
Baca Juga : Kepribadian, Emosi dan, Kesehatan Mental
KARAKTER BIPOLAR BUKAN SEKEDAR SELF-DIAGNOSE
Bipolar melibatkan dua fase utama: mania dan depresi. Orang yang melakukan self-diagnose sering mengabaikan fase mania karena mereka lebih fokus pada gejala depresi. Mania bisa tampak seperti peningkatan energi atau produktivitas, tetapi dalam kasus yang parah, bisa menyebabkan keputusan-keputusan impulsif yang merusak. Self-diagnose tidak dapat mengenali pola dan siklus yang jelas dari gangguan ini, yang membutuhkan penilaian klinis.
Tren self-diagnose juga didorong oleh stigma sosial. Banyak orang enggan berkonsultasi dengan psikiater karena takut dicap “gangguan jiwa.” Ini membuat mereka mencari jawaban sendiri di internet, meskipun hasilnya sering kali tidak akurat. Ini menguatkan pandangan yang salah tentang bipolar, dan menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat tentang seberapa serius gangguan ini.
Diagnosis bipolar memerlukan observasi jangka panjang. Profesional kesehatan mental akan mempertimbangkan banyak faktor, seperti riwayat kesehatan dan gejala yang konsisten dalam jangka waktu tertentu. Pengobatan bipolar melibatkan kombinasi terapi obat dan psikoterapi. Tanpa perawatan yang tepat, kondisi ini bisa memburuk dan mempengaruhi hubungan, pekerjaan, dan kualitas hidup seseorang secara keseluruhan.
Baca Juga : Self-diagnosis yang Membutakan Gen-Z
KESIMPULAN
Penting bagi masyarakat untuk menyadari bahwa bipolar adalah kondisi kesehatan mental yang memerlukan perhatian medis. Sebuah studi dalam Journal of Clinical Psychiatry menunjukkan bahwa penanganan dini pada pasien bipolar meningkatkan prognosis mereka. Namun, seseorang hanya bisa mencapai hal ini jika ia mendapatkan diagnosis akurat dari profesional, bukan dari hasil self-diagnose.
Mengandalkan self-diagnose bukan solusi, terutama dalam kasus bipolar yang kompleks. Hanya profesional yang bisa memberikan diagnosis yang tepat dan menyarankan perawatan yang sesuai. Tren self-diagnose hanya memperburuk kondisi mental seseorang dan memperpanjang proses pemulihan. Masyarakat perlu berhati-hati dalam mengonsumsi informasi kesehatan mental di internet, dan selalu mengutamakan konsultasi dengan tenaga medis yang ahli. Jika ingin maenambah pengetahuan dan SKP anda, srta ingin tau lebih lanjut mengenadi bipolar bisa login dan daftar di LMS kami.yuk Daftar .(TBS.Zero)
Referensi:
- American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (5th ed.). Washington, DC.
- Judd, L. L., et al. (2003). The long-term natural history of the weekly symptomatic status of bipolar I disorder. Archives of General Psychiatry, 60(3), 261-269.
- Post, R. M., et al. (2001). Early-onset bipolar disorder and treatment delay. Journal of Clinical Psychiatry, 62(5), 366-371.
Kategori: